Senin, 12 Feb 2024 - 21:00:00 WIB - Viewer : 4192

Aksinya Disebut Partisan oleh Istana, Ini Kata Prof Harkristuti Harkrisnowo dan Prof Koentjoro

Redaksi AMPERA.CO

AMPERA.CO, Jakarta - Tanggapan Miring pihak istana terhadap kritik yang dilayangkan kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi oleh para guru besar dan sivitas akademik dalam aksi kampus bergerak menuai polemik.

Setidaknya ada beberapa petinggi istana dan para menteri yang menganggap aksi para profesor sebagai partisan.

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menduga adanya strategi politik partisan untuk kepentingan elektoral menyulut amarah kaum akademisi.

Selain Istana, komentar miring terhadap aksi kritis sivitas akademika juga datang dari Ketua Umum DPP Partai Golkar, yang juga menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang tak percaya aksi tersebut murni dari kalangan akademisi. Airlangga menilai petisi yang disampaikan dari sejumlah universitas kepada pemerintah hanya meminjam nama kampus belaka.

Senada dengan Airlangga, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia juga mencurigai ada pihak yang “menunggangi” kalangan akademisi untuk membuat gelombang kritikan kepada Jokowi. 

Pernyataan miring pihak istana dan para menteri jokowi terhadap kritik para guru besar dan sivitas akademik ini menyulut amarah kaum akademisi.

Dua di antaranya adalah Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo dan Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Koentjoro, apa kata mereka?

Kemarahan Prof Harkristuti Harkrisnowo

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Prof Harkristuti Harkrisnowo membantah tudingan pihak Istana soal kritik yang datang dari sejumlah kampus terhadap Presiden Jokowi sebagai bagian dari strategi politik partisan jelang Pemilu.

Pihaknya menyatakan tidak ada kepentingan lain selain menyelamatkan demokrasi yang adil dan jujur. “"Kami itu guru besar, kami tidak punya kepentingan untuk mendapatkan posisi tertentu, mendukung paslon tertentu, We don`t have that. I`m sorry. Kalau orang Istana mau sembarangan, kami akademisi juga bisa marah," ujar Prof Harkristuti pada Jumat 2 Februari 2024 dalam acara Indonesia lawyer Club.

Ketua Dewan Guru Besar UI ini mengaku tersinggung dengan pernyataan Istana tersebut. Bahkan ia menantang pihak Istana untuk membuktikan tudingannya. “Kalau orang Istana mau sembarangan, kami akademisi juga bisa marah,” kata Prof Harkristuti.

Sebelumnya, sivitas akademika UI menyampaikan keresahan dan prihatin terhadap hancurnya tatanan hukum dan demokrasi menjelang pemilu 2024. Prof. Harkristuti mengatakan lima tahun terakhir, pihaknya kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak.

“Negeri kami nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa,” kata Harkristuti di pelataran Gedung Rektorat UI, Depok, Jumat, 2 Januari 2024.

Menurut Harkristuti, sivitas akademika UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi. Kemudian, hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi dan nepotisme yang telah menghancurkan kemanusiaan dan merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik dan berbagai kelayakan hidup.

Kemarahan Prof Koentjoro

Ketua Dewan Guru Besar UGM, Prof Koentjoro juga mengakui marah besar mendengar pernyataan pihak istana soal tudingan adanya strategi politik partisan untuk kepentingan elektoral. Prof Koentjoro menegaskan, pernyataan tentang petisi merupakan bayaran atau kepentingan elektoral sama sekali tidak benar.

“Ada 250 profesor yang ikut berdiskusi mengenai Petisi Bulaksumur. Apa mungkin kita arahkan untuk melakukan itu? Logikanya berarti tidak jalan. Niat kami bukan untuk menjatuhkan, niat kami mengingatkan dengan kasih,” kata Prof. Koentjoro, yang dikutip dari Tempo.co.

Lebih lanjut, Prof Koentjoro menguraikan, sebagai bagian dari Gadjah Mada, Jokowi diingatkan dengan cara yang baik, tetapi malah dituduh partisan. Prof Koentjoro merasa marah ketika ada yang menyudutkan guru besar dengan pernyataan petisi ini merupakan partisan. Menurutnya, pernyataan tersebut menghina guru besar.

“Kita (guru besar) dituduh partisan, tetapi yang menuduh tidak bisa menunjukkan bukti bahwa ini partisan. Di UGM, ada 250 guru besar yang hadir, tetapi dikatakan partisan. Padahal, tugas guru besar untuk menjaga moralitas dan demokrasi,” kata pengajar di Fakultas Psikologi UGM.

Sebelumnya, sejumlah sivitas akademika UGM berkumpul di Balairung UGM untuk membacakan Petisi Bulaksumur pada Rabu, 31 Januari 2024. Petisi dilayangkan kepada Presiden Jokowi lantaran dinilai menyimpang. Melalui Petisi tersebut, mereka meminta dan menuntut Jokowi untuk kembali pada prinsip-prinsip demokrasi.