Jumat, 03 Jul 2015 - 13:56:00 WIB - Viewer : 7324

Gempa 6,4 SR guncang Xinjiang, provinsi di china yang mayoritas penduduknya muslim

photo : chinadaily.com.cn
seorang warga muslim xinjiang melihat reruntuhan rumahnya

AMPERA.CO, Xinjiang, RRC - Gempa berkekuatan 6,4 Skala Richter (SR) menghantam bagian pedesaan barat di Xinjiang, Tiongkok, Jumat (03/07). Setidaknya tiga orang tewas dan lebih dari orang 20 cedera, kata pejabat Tiongkok.

Gempa yang melanda sekitar 160 km (100 mil) barat laut dari selatan kota Hotan di pagi hari, menyebabkan banyak rumah-rumah tradisional runtuh terutama di wilayah etnis Uighur, yang mayoritas penduduknya muslim. 

"Saat ini, gempa telah mengakibatkan tiga korban tewas, termasuk seorang ayah dan anak, dan lebih dari 20 orang cedera," demikian dilaporkan Penyiaran Darurat Nasional Tiongkok (CNEB) dalam situsnya, dikutip dari Reuters.

Gempa itu awalnya dilaporkan terjadi dengan intensitas bervariasi hingga mencapai kekuatan 6,5 SR. Beberapa gempa susulan dilaporkan, kekuatan terbesar yang terukur dengan besaran 4,8 SR, menurut US Geological Survey.

(sumber photo : china.org.cn)

Warga daerah mengekspresikan keterkejutannya atas intensitas gempa di media sosial, meskipun pihak berwenang mengaku optimistis jumlah korban tewas tidak akan tinggi.

"Jika banyak orang yang berkumpul di satu tempat selama gempa bumi, dapat menyebabkan bencana yang serius, tetapi dalam kasus ini, ada sedikit orang sehingga tidak begitu serius," kata peneliti Pusat Jaringan Gempa Bumi Tiongkok Sun Shihong kepada China Central Television.

Gambar di media sosial dan televisi negara menunjukkan retakan di dinding bangunan dan rusak ringan lainnya.

Gempa bumi sering melanda Tiongkok. Sebuah gempa di provinsi barat daya Sichuan pada tahun 2008 menewaskan hampir 70.000 orang.

Xinjiang, yang terletak strategis di perbatasan India, Pakistan, Afghanistan dan Asia Tengah, adalah salah satu daerah yang paling sensitif secara politis Tiongkok dengan terjadinya sejumlah kekerasan, yang disalahkan pemerintah karena militan Islam.

Kelompok Uighur yang diasingkan dan aktivis hak asasi manusia mengatakan kebijakan represif pemerintah sendiri dan pembatasan agama dan budaya telah memicu kerusuhan, yang disangkal pemerintah.

Feri Yuliansyah

Antara