Kamis, 30 Nov 2023 - 08:08:00 WIB - Viewer : 2908
Membasmi Korupsi di Desa, Mulai Dari mana?
Tanggal 7 Juni 2023, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI telah menabuh genderang tanda digencarkannya perang antara desa melawan korupsi. Bertempat di Desa Pakkatto Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, KPK meluncurkan Program Desa Anti Korupsi. Harapan KPK bahwa desa Anti Korupsi dapat menjadi pionir dalam membebaskan Indonesia dari budaya korupsi.
Indonesia Coruption Watch (ICW) mencatat bahwa di tahun 2022, jumlah kasus korupsi terbanyak ditempati oleh sektor desa yaitu 155 Kasus. Di posisi kedua sektor utilitas dengan 88 Kasus dan sektor pemerintahan menempati posisi ketiga sebanyak 45 Kasus. Dari 155 kasus korupsi desa, secara rinci terbagi menjadi dua yaitu 133 Kasus korupsi berhubungan dengan dana desa dan 22 kasus lainnya berkaitan dengan penerimaan desa. Jika dipersentasekan, maka total kasus korupsi sektor desa yang ditangani oleh penegak hukum tahun 2022 adalah 26,77% dengan kerugian keuangan negara sebesar 381 Miliar.
KPK juga pernah merilis data korupsi di desa tahun 2015-2022. KPK menyebut terdapat 601 kasus dengan jumlah tersangka sebanyak 686 orang sepanjang tahun 2015-2022. Sementara ICW, mengatakan bahwa di tahun 2015, di fase awal bergulirnya dana desa, terdapat 17 Kasus dengan 22 tersangka atas korupsi dana desa. Data tersebut menunjukkan terdapat peningkatan kasus korupsi desa dari tahun ke tahun. Peningkatan korupsi dana desa dari tahun 2015 sampai dengan 2022 adalah sebesar 911%, sangat fantastis.
Upaya Pencegahan Korupsi di Desa
Memasuki triwulan ke -4 Tahun 2023, belum ada rilis resmi jumlah korupsi di desa tahun 2023. Namun demikian, berita tentang Korupsi dana desa hampir mewarnai media cetak maupun elektronik setiap minggunya. Mulai dari korupsi untuk kebutuhan pribadi, dipergunakan untuk foya-foya bahkan untuk judi online.
Modus operandinya antara lain penggelembungan dana, proyek fiktif, tidak sesuai volume, laporan palsu dan penggelapan. Korupsipun sudah dilakukan sejak proses perencanaan, berlanjut pada saat proses pengadaan barang dan jasa hingga proses pertanggungjawaban.
Gambaran permasalahan korupsi di desa tersebut, menjadikan korupsi di desa merupakan masalah yang serius dan perlu mendapatkan atensi khusus. Padahal upaya untuk mencegah terjadinya korupsi di desa telah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dengan diundangkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keungan Desa. Dalam peraturan tersebut, pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa melibatkan berbagai elemen yaitu Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Camat, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Masyarakat setempat.
Demikian halnya dengan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, yang ikut berperan mencegah korupsi desa melalui program SIPEMANDU Desa. Selain itu, beberapa stakeholder lainnya juga menyuarakan pencegahan korupsi di desa melalui penciptaan beragam saluran pengaduan khusus pelaksanaan dana desa. Bahkan Kejaksaan Agung pun ambil peran dalam mengawasi desa melalui program Jaga Desa.
Teranyar sebagaimana diuraikan di muka, bahwa KPK telah meluncurkan Program Desa Anti Korupsi, merupakan desa percontohan yang bebas dari segala bentuk korupsi. Selain itu, melalui program Monitoring Center For Prevention (MCP), KPK juga melakukan berbagai upaya dalam mencegah terjadinya korupsi di desa. Diantaranya publikasi pengelolaan keuangan desa dan kewajiban bagi kepala desa untuk mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Beragam Upaya tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sangat serius memberangus korupsi di desa-desa.
Prilaku Koruptif di Desa
Berdasarkan Survei Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2021, disebutkan bahwa masyarakat desa lebih berprilaku koruptif ketimbang masyarakat perkotaan. Hasil survey tersebut menunjukkan perilaku koruptif masyarakat desa berada di angka 3,83%. Salah satu contoh prilaku koruptif di desa adalah masih maraknya money politic pada saat pemilihan kepala desa.
Melihat hal tersebut, tidak dipungkiri bahwa pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi di desa disebabkan adanya prilaku koruptif masyarakat desa, baik aparatur pemerintahan desa maupun masyarakat umum. Hal inilah yang harus dibasmi agar desa terbebas dari korupsi.
Desa seharusnya mampu menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi di Indonesia. Tidak hanya desa yang dipilih menjadi desa anti korupsi, melainkan semua desa dapat mewujudkannya. Hal ini dikarenakan desa tidak memiliki keterkaitan dengan partai politik manapun. Calon Kepala Desa tidak perlu diusung oleh partai politik pada saat pencalolanan, sehingga tidak ada istilah “ongkos politik” yang mahal dalam pemilihan Kepala Desa. Selain itu, Kepala Desa dipilih oleh rakyat secara langsung, sehingga Kepala Daerah tidak memiliki kewenangan untuk memberhentikan Kepala Desa atas dasar like and dislike. Kepala Desa juga bisa menolak permintaan Kepala Daerah yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Apabila Kepala Desa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya dengan benar, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, tidak seorang pun dapat memberhentikan Kepala Desa dari jabatannya.
Desa merupakan daerah otonom terkecil dan bebas intervensi dari pihak manapun. Jika pengelolaan keuangan desa telah dilakukan dengan sebaik-baiknya, berasaskan kebenaran, transparan dan akuntabel sesuai ketentuan, maka Kepala Desa tidak perlu khawatir atas ancaman dan tekanan dari oknum yang tidak bertanggung jawab.
Membasmi Korupsi di Desa dapat dimulai dengan merubah prilaku koruptif aparatur desa maupun masyarakat. Adapun langkah pertama untuk merubah prilaku koruptif masyarakat adalah melalui komitmen setiap calon Kepala Desa untuk menegakkan integritas dalam proses pemilihan Kepala Desa. Integritas tersebut ditegakkan dengan tidak melakukan money politik maupun prilaku koruptif lainnya dalam proses pemilihan kepala desa. Pemilihan kepala desa yang bebas dari unsur korupsi dapat menciptakan pembangunan desa yang bebas dari praktik korupsi.
* Penulis adalah ASN Inspektorat Kabupaten Way Kanan, Lampung