Rabu, 18 Mei 2016 - 22:35:00 WIB - Viewer : 21824

Membuat Polisi Tidur Sembarangan bukanlah Ciri Orang Beriman?

ilustrasi

AMPERA.COPolisi tidur atau gundukan/jeglongan/jeglokan/jeglugan atau sebutan lainnya tentang bagian jalan yang ditinggikan sedikit untuk memperlambat kendaraan yang melewati jalan tersebut. Bahasa resmi Polisi tidur sebenarnya seringali disebut dengan Speed bump atau Speed trap.

Namun sayangnya, sering kita jumpai polisi tidur yang dibuat sembarangan dan sangat mengganggu bahkan menzalimi para pengguna jalan. Dari mulai dibuat sangat berdekatan dan bentuk polisi tidur dengan gundukan tinggi, tentu hal ini malah sangat membahayakan.

Bahaya polisi tidur yang dibuat sembarangan itu justru bisa membuat shock breaker atau as roda rusak, ban pecah atau bahkan pedagang yang membawa gerobak bisa terguling.

Membuat Polisi Tidur ada Aturannya

Pengaturan tentang “polisi tidur” atau tanggul jalan sudah dibuat aturannya oleh pemerintah. Diantaranya bisa dilihat dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 Pada Pasal 25 ayat (1) soal perlengkapan jalan huruf e perihal alat pengendali dan pengaman pengguna jalan. Kamudian dikatakan selanjutnya pada Pasal 27 ayat (2) bahwa ketentuan mengenai pemasangan perlengkapan jalan pada jalan lingkungan tertentu diatur dengan peraturan daerah (Perda).

Beberapa pemerintah daerah sebetulnya telah mengeluarkan peraturan daerah (perda) tentang pembuatan polisi tidur ini, namun tidak banyak tersosialisasi dan diikuti masyarakat. sebagai contoh Perda tentang polisi tidur ini ada di dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2003 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kereta Api, Sungai Dan Danau Serta Penyeberangan Di Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (“Perda DKI Jakarta 12/2003”).

Menurut Pasal 53 huruf b Perda DKI Jakarta 12/2003, setiap orang tanpa izin dari Kepala Dinas Perhubungan dilarang membuat atau memasang tanggul pengaman jalan dan pita penggaduh (speed trap). Dari ketentuan tersebut jelas kiranya bahwa tidak sembarang orang bisa membuat atau memasang tanggul pengaman jalan. Hanya orang yang diberi izin oleh Kepala Dinas Perhubungan sajalah yang dapat membuat atau memasangnya.

Ciri Orang Beriman itu Menyingkirkan Penghalang di Jalan

Islam, sebagai dien yang sempurnya ternyata telah mengajarkan kepada ummatnya agar senantiasa berbuat baik di lingkungannya. Karena hal tersebut merupakan bagian dari cabang Iman.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan ‘Laailaahaillallah’, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan malu itu salah satu cabang keimanan” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam teori iman menurut Ahlus Sunnah, terdiri dari qoulun (perkataan) dan ‘amalun (perbuatan). Seseorang tak bisa hanya mengaku-ngaku dirinya beriman, namun perbuatan tidak mencerminkan keiamanan.

Dalam hadits di atas, begitu jelas disinggung bahwa menyingkirkan gangguan di jalan, bagian dari iman, dan ini merupakan bagian daripada ‘amalun (perbuatan) dari dimensi keimanan.

Orang yang beriman tentu memiliki kepedulian kepada orang lain, dalam hadits di atas pada pengguna jalan. Untuk itulah diperintahkan agar menyingkirkan gangguan di jalan, bukan sebaliknya justru membuat penghalang di jalan seperti ‘polisi tidur’ yang mengganggu pengguna jalan.

Bayangkan, menyingkirkan gangguan di jalan menurut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah salah satu cabang iman yang paling rendah, lantas bagaimana bila cabang iman terendah itu justru tidak ada pada diri kita? Sungguh malu bukan, bila kita mengaku sebagai orang beriman.

Dari hadits tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seolah juga ingin mengajarkan kepada ummatnya, untuk berakhlaq mulia dengan bersikap ramah lingkungan.

Bagaiman bila Polisi Tidur itu Dibutuhkan?

Tentu saja, ketika membuat tanggul atau speed trap atau polisi tidur harus sesuai ketentuan, agar tidak mencelakakan. Dari mulai, ukuran ketinggian, kemiringan harus diperhatikan dengan baik.

Jika niatnya baik, demi menjaga pengguna jalan agar tidak ugal-ugalan lantaran di lokasi tersebut ada keramaian, seperti sekolah atau banyak anak-anak bermain dan lain sebagainya, maka pembuatan tanggul bisa dilakukan.

Dalam hal ini pun Islam telah mengaturnya. Jangan sampai mencegah bahaya justru malah mendatangkan bahaya yang lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

“Janganlah memulai memberikan bahaya pada orang lain, jangan pula membalas memberi bahaya” (HR. Ahmad).

Dalam sebagian kitab yang membahas kaidah fiqhiyyah, hadits di atas diungkapkan dengan lafadz kaidah fiqih:

الضَرَرُ يُزَالُ

“Sesuatu yang membahayakan itu harus dihilangkan.”

Penjelasannya, perbuatan seseorang yang niat dan dan tujaunnya benar untuk menghindarkan bahaya, jangan sampai mengakibatkan adanya bahaya bagi orang lain.

Singkatnya, jika membuat tanggul atau polisi tidur itu bertujuan untuk menghindarkan adanya pengendara yang ugal-ugalan yang bisa menyebabkan kecelakaan, maka sebaiknya pula pembuatan tanggul tersebut juga memperhatikan keselamatan pengguna jalan. Wallahu a’lam bish shawab.

Feri Y

dari berbagai sumber