Rabu, 29 Apr 2015 - 21:00:08 WIB - Viewer : 23840

Palembang Tak Hanya Songket Yang Khas, Ada Jumputan

Lorong Kebon Pisang, Kertapati merupakan pusat kerajinan kain jumputan khas Palembang. Para perajin adalah para perantau asal Serang. Foto: AMPERA.CO/ Berlian Pratama

AMPERA.CO, PalembangSongket dan Palembang merupakan dua hal yang tidak bisa dilepaskan. Selama berpuluh-puluh tahun, songket telah menjadi napas dan identitas masyarakat serta sumber mata pencarian masyarakat Palembang. Tapi tak hanya songket yang menjadi bagian itu, Kain Jumputan merupakan wujud dari perpaduan antar budaya yang hidup berkembang di Palembang, Melayu dan China.

Hampir setiap hari di sebuah lorong daerah Kertapati, disudut pinggiran kota Palembang. Para perajin bergelut dengan pewarna untuk menghasilkan lembar demi lembar kain nan indah. Lorong itu bernama “Kebon Pisang”. Menurut cerita memang dahulu tempat ini banyak ditanami buah pisang, tapi sekarang sudah menjadi rumah-rumah penduduk para perajin kain jumputan.

Memasuki daerah pemukiman tersebut akan terlihat kain-kain jumputan setengah jadi melambai-melambai dari jemburan disepanjang lorong yang becek setelah hujan. Dirumah-rumah sederhana itu, terlihat kesibukan orang-orang yang mengarap kain jumputan.

Kain Jumputan merupakan salah satu kain tradisonal khas Palembang. Warnanya yang meriah, ibarat rona pelangi, menyimpan kisah perjuangan perajin bermodal kecil demi menjaga dan melestarikan salah satu produk budaya kota Palembang.

Untuk mendapatkan kain jumputan nan indah, perlu melewati beberapa proses. Lao Tze, filsuf Tiongkok penah mengungkapkan “ Perjalanan 1000 mil dimulai oleh satu langkah.”

Bahan dasar kain yang biasa digunakan seperti satin, sutra, pisco akan dibuatkan pola dasar atau motif. Bintang lima, bintik lima, kembang janur, cuncung (terong), bintik sembilan, bintik tujuh, merupakan motif – motif yang sering dibuat. Lalu membuat jelujur dengan benang pada bidang kain dengan mengikat pola yang telah ditentukan sebelumnya dan ditarik erat-erat sehingga berkerut. Itulah yang disebut teknik menjumput.

“Semua bahan dasar kain didatangkan dari luar,ada yang dari Surabaya dan ada yang dari India,” ujar, Makruf, salah satu perajin.

Kemudian beberapa kain masuk dalam proses perwarnaan dengan cara direbus. Proses ini memerlukan keterampilan karena rumit. Bermain warna,baik satu warna maupun tiga warna. Setelah itu dicuci bersih lalu dijemur. Para Perajin jumputan asal serang ini akan memberikan kain yang sudah dikeringkan kepada penjahit.

“Untuk proses penjahitan kami serahkan kepada ibu-ibu di daerah sungai buaya dan pegayut dengan upah berkisar Rp.10.000 - 35.000/potong tergantung panjang kain,” tutur baharudin.

Kepopuleran kain jumpatan pelangi saat ini memang tak lepas dari peran beberapa desainer yang pernah mengembangkan dan memasarkannya dikancah nasional.

Kain jumputan sudah mendapat tempat di pusat-pusat perbelanjaan modern dan gerai-gerai cendera mata terkemunika di Palembang. Dalam seminggu para perajin kebon pisang memasok hingga 10 kodi. (AM2)

    Simak Berita lainnya seputar topik artikel ini :

  • palembang