Jumat, 08 Des 2023 - 14:15:00 WIB - Viewer : 2580
PERCEPTUAL KNOWLEDGE, Apakah PERSEPSI adalah Pengetahuan?
Sebagian besar pengetahuan yang kita punya dalam memory atau ingatan kita diperoleh dari persepsi yang biasa dikenal dengan perceptual knowledge (pengetahuan persepsi). Melalui apakah kita memperoleh persepsi tersebut? Yaitu melalui panca indra yang kita miliki (indrawi). Sehingga kita memperoleh pengalaman indrawi.
Apa contohnya??? Perhatikan gambar dibawah ini
Sumber : www. google.com
Melalui indra penglihatan saya, maka saya dapat menyatakan bahwa keyboard itu berwarna hitam, ada degradasi warna pada tombolnya, dan berbentuk segi empat. Jika saya memiliki jenis keyboard yang sama, maka saya dapat meraba dan merasakan bahwa permukaannya licin, dan ada celah disetiap tombolnya. Deskripsi tentang keyboard ini adalah persepsi saya ketika melihat gambar keyboard dan merabanya. Namun, ada satu hal permasalahan yang kita temui di dalam kehidupan di dunia ini. Anda mungkin memiliki persepsi lain tentang keyboard di atas. Apa yang kita lihat belum tentu sama dengan yang orang lain lihat. Hal ini seperti yang tertulis di buku filsafat milik Duncan Pritchard edisi keempat yang berjudul “What Is This Thing Called Knowledge” sebagai berikut:
“Part of the problem is that the way things look isn’t always the way things are; appearances can be deceptive”
Apa yang kita lihat belum tentu seperti apa yang terlihat. Bagaimana maksud dari kalimat ini? Coba kita perhatikan Kembali gambar di bawah ini:
Sumber : www.google.com
Dari gambar terlihat bahwa pensil yang dimasukkan ke dalam air yang ada pada gelas terlihat patah. Pertanyaannya, apakah pensil tersebut benar-benar patah? Jika kita berpegang pada persepsi yang kita peroleh dari penglihatan kita begitu saja, maka kita menyatakan bahwa pensil tersebut benar-benar patah. Akan tetapi ketika pengetahuan persepsi yang kita peroleh ini kita konfirmasi dengan pengetahuan lain yang kita miliki tentang pembiasan Cahaya, maka dapat kita katakana bahwa pensil tersebut tidak benar-benar patah. Pensil tersebut hanya terlihat patah karena efek dari pembiasan Cahaya.
Dari ilustrasi pensil di dalam gelas yang berisi air tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perceptual knowledge ini pun jauh dari kejelasan karena perceptual knowledge tersebar luas disekitar kita. Apa yang kita lihat tidak selalu seperti apa yang sebenarnya. Pensil lurus yang terlihat patah di dalam gelas berisi air, fatamorgana di gurun pasir adalah beberapa contoh akan hal tersebut. Jika kita tidak memperbaiki/ menyempurnakan respon yang kita peroleh dari hasil sensorik (indrawi) itu terhadap pengalaman sensorik (indrawinya) maka kita akan membentuk suatu keyakinan yang palsu/salah.
Alur penalaran yang memanfaatkan kesalahan persepsi yang tidak terdeteksi inilah yang dimanfaatkan untuk menyoroti pengalaman persepsi tidak langsung yang dikenal sebagai Argument From Illusion (argumen dari ilusi). Pengetahuan persepsi yang mencakup pengalaman persepsi yang tidak langsung yang baru saja kita bahas dikenal sebagai Indirect Realism (realisme tidak langsung). Kita memperoleh pengetahuan tentang dunia secara tidak langsung dengan membuat kesimpulan dari kesan indra kita. Gagasan umumnya adalah bahwa fenomena ilusi persepsi menyoroti bahwa apa yang disajikan kepada kita dalam pengalaman persepsi bukanlah dunia itu sendiri tetapi hanya kesan dunia yang darinya kita harus menarik kesimpulan tentang bagaimana dunia sebenarnya. Seperti keyboard tadi, kaum Indirect Realism mengumpulkan terlebih dahulu ciri-ciri, bentuk atau informasi apapun tentang keyboard baik dari gambar maupun melihat langsung sehingga dapat dikatakan bahwa itu keyboard.
Sebaliknya, realisme langsung memandang pengalaman persepsi kita begitu saja dan berpendapat bahwa, setidaknya dalam kasus yang tidak bisa ditipu, apa yang kita sadari dalam pengalaman persepsi adalah dunia luar itu sendiri. Artinya, jika saya benar-benar melihat sebuah oasis di cakrawala saat ini, maka saya secara langsung menyadari oasis itu sendiri, dan dengan demikian saya dapat memiliki pengetahuan persepsi bahwa ada sebuah oasis di depan saya tanpa perlu membuat kesimpulan dari dunia tampak seperti apa adanya
Beberapa pihak menanggapi realisme tidak langsung dengan berargumentasi bahwa, jika ini adalah cara kita memahami pengetahuan persepsi, maka kita kehilangan alasan untuk berpikir bahwa ada dunia yang tidak bergantung pada pengalaman kita terhadapnya. Contoh ketika kita bangun tidur dan membuka mata, yang kita lihat adalah dunia yang sesungguhnya, bukan kesan indrawi dunia lagi yang menuntut kita untuk menyimpulkan tentang dunia sekitar kita. Pandangan yang menyangkal adanya dunia luar dalam artian yang menyangkal adanya dunia yang tidak bergantung pada pengalaman kita terhadap dunia tersebut – dikenal sebagai idealisme. Misalnya, seseorang tidak dapat mengatakan bahwa sebuah pohon tumbang di hutan jika tidak ada orang di sekitar yang melihat atau mendengar (atau merasakan) pohon tumbang; jika tidak ada yang mengalami tumbangnya pohon, maka dalam pandangan idealis itu tidak terjadi,
Salah satu versi idealisme terkemuka yang dimodifikasi agar lebih menarik adalah idealisme transendental yang dikemukakan oleh Immanuel Kant (1724–1804). Ada sebuah kalimat dari Immanuel Kant (filsuf yang terkenal dari jerman) yang menyatakan seperti berikut ini
“All our knowledge begins with the senses, proceeds then to the understanding, and ends with reason. There is nothing higher than reason.”
Segala pengetahuan kita bermula dari indera, kemudian berlanjut ke pemahaman, dan diakhiri dengan akal. Tidak ada yang lebih tinggi dari akal. Kant berpandangan bahwa akal merupakan sumber moralitas, dan estetika muncul dari kemampuan penilaian yang tidak memihak. Dia berusaha menjelaskan hubungan antara akal dan pengalaman manusia. Jadi meskipun kita tidak memiliki pengetahuan pengalaman tentang dunia, namun kita memiliki pengetahuan tentang keberadaannya melalui akal. Dan kant menjembatani antara para rasionalisme dan empirisme.
Jadi, pengetahuan persepsi merupakan salah satu sumber atau cara memperoleh pengetahuan, selama hal itu benar dan dapat dibuktikan kebenarannya. Sehingga tidak menimbulkan pengetahuan yang salah atau palsu.
Penulis adalah Mahasiswa S3 Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia Dosen Pendidikan Matematika, Universitas PGRI Sumatera Barat