Rabu, 13 Nov 2024 - 13:27:00 WIB - Viewer : 1340

Urgensi Pembangunan Zero Bullying Office dan Zero Bullying University di Indonesia

Oleh : 1* ) Ayurisya Dominata, S.IP.,M.A. 2*) Desi Fitrianeti, S.KM.,M.Si

Equality atau kesetaraan adalah memberikan kesempatan dan sumber daya yang sama kepada semua orang, serta melindungi mereka dari diskriminasi. Equality juga dapat diartikan sebagai akses atau peluang yang sama untuk mencapai tujuan tertentu.  

Equality dalam birokrasi atau pemerintahan dapat diartikan sebagai persamaan hak, dan pemerataan akses informasi, kesempatan, dan sumber daya organisasi sebagai modal utama dalam membentuk birokrasi pemerintah yang cerdas, dinamis, humanis, dan berkelanjutan.  Equality berbeda dengan equity, yang berarti keadilan. Meskipun berbeda keduanya sama pentingnya. Equity mengakui bahwa setiap orang memiliki keadaan yang berbeda, sehingga mengalokasikan sumber daya dan peluang yang tepat untuk mencapai hasil yang setara. Sedangkan konsep equality before the law, atau kesetaraan di hadapan hukum, juga merupakan bagian dari equality. Konsep ini mengandung makna bahwa semua orang tunduk pada hukum peradilan yang sama.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi negara dalam peningkatan kualitas birokrasi kantor-kantor pemerintah di Indonesia adalah minimnya wawasan dan kesadaran aparatur negara untuk membangun kantor pemerintah berbasis prinsip equality dan equity yang artinya ramah manusia dan ramah publik, adil, dan bebas nepotisme. Korupsi dan nepotisme dengan segala bentuknya adalah salah satu contoh aktivitas non-equality, atau bullying yang dilakukan pemerintah kepada rakyatnya dan aparaturnya.  Bagaimana rakyat dieksploitasi lewat makelar kasus, judi online, pinjaman online, dan pungutan-pungutan liar dihampir semua kantor pemerintah mengkondisikan rakyat berada pada situasi terkuras sampai sehabis-habisnya. Juga aparatur negara sering dikondisikan pada situasi dilema untuk mendukungnya.

Bagaimana para penegak hukum menjalankan hukum berdasarkan uang, termasuk saat orang tua akan mendaftarkan anaknya ke sekolah negeri yang harusnya gratis tapi justru harus membayar, menyebabkan siswa yang tidak punya uang terpaksa putus sekolah. Bagaimana seorang pegawai yang berhasil masuk birokrasi melalui tes jalur murni di pemerintahan juga ikut menjadi korban aktivitas bullying/non-equality para atasannya. Kasus dr. Aulia di RS. Kariadi, Jawa Timur adalah salah satu gambaran betapa kantor pemerintah dan universitas negeri bukanlah tempat yang aman untuk mahasiswa belajar ataupun pegawai bekerja, terkhusus mereka yang tidak punya kolega atau relasi kekeluargaan dengan para pegawai kantor atau universitas tersebut.

Diberitakan sebelumnya, dr.Aulia ditemukan meninggal di kamar kos di Lempongsari, Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/8/2024) sekitar pukul 22.00 WIB. Setelah beberapa lama menyangkal, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip) dan RSUP dr. Kariadi akhirnya mengakui adanya tindakan perundungan (bullying) yang dialami Aulia semasa bekerja di rumah sakit tersebut.

Perundungan (Bullying) baik secara terang-terangan maupun halus dalam beragam bentuknya mengancam kesejahteraan mental dan pengembangan karir pegawai baik dikantor pemerintah maupun swasta. Aktifitas tersembunyi ini sering menjadi barrier atau faktor penyumbat utama tersedianya layanan publik yang berkualitas di kantor-kantor pemerintah Indonesia, karena SDM nya tidak diberikan ruang yang aman untuk berkreasi dan berprestasi, yang menyebabkan birokrasi Indonesia selalu dipandang negatif dan direndahkan oleh negara luar karena tidak mencerminkan keadilan dan prinsip-prinsip sustainability yang sedang diusung dunia saat ini, meskipun berbagai usaha dilakukan untuk menutupi atau dipoles keburukannya, energi negatif itu akan tetap terlihat, dan dirasakan, baik oleh penerima layanan, juga pihak luar yang akan memberikan penilaian.

Kehadiran teknologi digital dikantor pemerintah, meski memberikan akses informasi dan pelaksanaan pekerjaan yang lebih mudah dan lebih luas, sering kali disalahgunakan untuk mempekerjakan pegawai atau mahasiswa magang dikantor pemerintah atau universitas-universitas, lebih lama dari waktu yang seharusnya mereka bekerja atau bimbingan melebihi batas waktu yang mampu dilakukan mereka sebagai manusia tanpa mereka sadari. Banyak atasan yang mengeksploitasi bawahan dengan jam kerja tak menentu dan tak terbatas karena alat komunikasi stand by 24 jam. Ketika seorang pekerja menerima dengan semangat lembur dari atasannya, bukan berarti mahasiswa atau pekerja tersebut tidak membutuhkan waktu istirahat, bukan berarti mereka tidak ada aktivitas lain diluar jam kerjanya, karena sebagai manusia, mereka membutuhkan waktu untuk tidur, istirahat, dan bagi mereka yang berkeluarga, ada hak anak, balita, atau suami dan orang tua, ada hak yang harus ditunaikan, yang harus diberikan waktunya demi kesehatan mental dan jiwa pekerja sendiri. Karena bercengkrama bersama orang yang dikasihi, seperti anak dan keluarga adalah bagian mensejahterakan kondisi psikis pekerja, untuk mencapai prestasi yang tinggi.

 Ada banyak hasil riset dan teori sumber daya manusia yang mengakui bahwa kesejahteraan dan kesehatan psikis adalah modal utama produktvitas organisasi. Jadi jika organisasi kurang produktivitasnya, mungkin kesejahteraan lahir dan batin pegawainya yang kurang.

Masih banyak kasus di Indonesia, para pimpinan atau dosen merasa bangga dan lebih tertarik melakukan lembur dan mengajak bawahan atau mahasiswanya lembur daripada melakukan mekanisme kerja cerdas yang menyeimbangkan kesejahteraan mental, karir, dan pekerjaannya, ini adalah akibat dari rendahnya pemahaman esensi bekerja dan value kebijaksanaan yang terbatas tentang nilai utama kesehatan dan keberlanjutan hidup manusia.

Oleh karena itu, peningkatan pemahaman work life balance dan zero bullying office/univesities baik dikantor pemerintah maupun dikampus-kampus di Indonesia, disertai hadirnya kebijakan zero bullying office/univesities yang menaungi para pekerja dan juga mahasiswa di kampus-kampus dan kantor-kantor di Indonesia, semakin mendesak di tengah tantangan sistem kerja berbasis online dan pesatnya perkembangan teknologi yang selalu menggoda manusia bekerja atau mempekerjakan orang melampaui batas yang seharusnya. Padahal sudah banyak korban yang berjatuhan, baik dari sisi pekerja, maupun mahasiswa akibat sistem bekerja atau sistem perkuliahan yang tidak ramah manusia dan tidak ramah publik.

Kebijakan anti-perundungan/aksi-bullying dengan sanksi yang tegas diharapkanefektif dalam mengurangi perundungan/aksi-bullying dikantor pemerintah maupun universitas  jika diterapkan dengan tingkat konsistensi yang tinggi.  

1*) : Analis Kebijakan Direktorat Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Deputi Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional RI. 2*) : Analis Kebijakan Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

    Simak Berita lainnya seputar topik artikel ini :

  • opini