Sabtu, 16 Apr 2016 - 17:59:00 WIB - Viewer : 9144

Analisis Polemik Ahok Vs BPK dan kerugian negara

Analisis : Feri Yuliansyah

AMPERA.CO - Polemik pengadaan lahan ex.rumah sakit sumber waras oleh Pemprov. DKI berbuntut panjang. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2014 yang menyebutkan BPK DKI Jakarta telah menemukan dua tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama “Ahok” dalam kasus pengadaan lahan RS Sumber Waras berbuntut perang terbuka di ranah publik.

Hasil Audit Investigasi yang dilakukan BPK dKI Jakarta telah menemukan dua tindakan melawan hokum yang dilakukan ahok,  Pertama, proyek pengadaan tanah Rumah Sakit Sumber Waras terindikasi lebih bayar senilai Rp 191.334.550.000. Nilai itu didapat dari selisih Rp 755.689.550.000 dikurang Rp 564.355.000.000. Kedua, penunjukkan lokasi pengadaan tanah RS Sumber Waras senilai Rp 755.689.550.000 oleh Pelaksana Tugas Gubernur DKI dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama tidak sesuai ketentuan.

Perang terbuka di media pun terjadi antara ahok dan BPK. Dapat dibaca, media-media yang selama ini “dibelakang ahok” turut melakukan pembelaan terhadap ahok dengan berbagai argumentasinya, bahkan pembelaannya tersebut terkesan menyerang secara personil pejabat BPK yang terlibat secara aktif dalam laporan pemeriksaan tersebut, yang menuding kepala perwakilan BPK jakarta, Efdinal,  terlibat “conflict of interest” karena pernah turut menawarkan tanah yang lain, dan juga mem blow-up munculnya nama Ketua KPK, Harry Azhar Azis dalam dokumen “panama-paper” dan mengaitkannya dengan kasus korupsi. Media sosial pun bahkan dimobilisasi untuk menghujat penemuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tersebut. Namun informasi esensi kerugian negara dalam pemberitaan tersebut tidak di ungkapkan secara tuntas ke publik.  

Menurut analisa kami, ada 3 case kerugian negara yang terjadi pada pengadaan lahan RS. Sumber waras tersebut :

Pertama, kerugian Negara sebesar 755 milyar Rupiah, karena Total Loss (Hilang keseluruhan). Mengapa Total Loss? Karena Lahan RS. Sumber Waras di Jakarta Barat yang dibeli oleh Pemprov DKI bersertifikat Hak Guna Bangunan dengan Masa berlaku 20 tahun dan tanggal berakhir 26 Mei 2018. Apa artinya ini?

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Bagian Kedua Pasal 21, tanah yang dapat diberikan HGB adalah tanah negara, hak pengelolaan, dan hak milik. PP tersebut mengatur tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, dimana dalam peraturan tersebut pemerintah mempunyai kewenangan terhadap HGB tersebut. Diberikan izin perpanjangan/pembaharuan, atau tidak.

Atas fakta ini, timbul pertanyaan mengapa Pemprov DKI membeli lahan yang merupakan tanah Negara yang Masa perpanjangan HGB Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) pun segera habis tahun 2018 dan otomatis kembali kepada negara jika tidak diperbaharui?

Berdasarkan aturan tersebut, harusnya Pemprov. DKI memiliki wewenang untuk menguasai dan mengelola tanah negara setelah masa HGB-nya berakhir.

Karenanya, didalam akta notaris pengikatan pun, tak ada satu pun kata “Pembelian” lahan, yang ada hanyalah pengalihan hak.

Case kedua, Kerugian Negara dalam pengadaan lahan ini adalah Rp 480 miliar karena selisih NJOP, dimana peta lahan dan akses lokasi RS. Sumber Waras yang diserahterimakan berada di jalan tomang utara 3, dengan NJOP 7 Juta Rupiah per meter, sementara berdasarkan versi ahok, tanah tersebut berada di Jl. Kiai Tapa dengan NJOP sebesar 20,7 juta Rupiah per meter.

Case ketiga, Kerugian Negara dalam pengadaan lahan ini adalah Rp 191 miliar, seperti dalam laporan BPK RI, dengan perbandingan harga kesepakatan antara Yayasan Sumber Waras dengan Ciputra sebesar Rp 564.355.000.000.

Apalagi kesepakatan pembelian lahan ini terjadi disaat  yayasan Sumber Waras sedang terikat perjanjian jual beli lahan dengan ciputra group dengan harga 564 milyar rupiah.

Mengapa harus membeli dengan harga yang lebih jauh dari yang lain, sementara kebutuhan pemerintah akan lahan tersebut belum dikategorikan sebagai “URGENT”.

Dengan indikasi ini, patut dipertanyaan alasan kengototan ahok dalam pengadaan lahan ini? Patut dipertanyakan juga, kenapa ahok terkesan menyerang orang-orang BPK dan menganggap laporan BPK tersebut ngawur? Apakah Maling teriak Maling, atau Sesama maling saling teriak.

Hanya waktu dan kejujuran KPK yang akan membuktikannya. SAVE INDONESIA

    Simak Berita lainnya seputar topik artikel ini :

  • ahok
  • nasional