Selasa, 26 Apr 2016 - 22:32:00 WIB - Viewer : 6568

Diplomat Jerman Wilfried Hofmann : Sampai Saat ini Saya Seorang Muslim

Wilfried Hofman

AMPERA.CO, JAKARTA - Sepak terjang pemilik nama lengkap Wilfried Hofmann di dunia diplomasi luar negeri sangat moncer di atas kertas. Diplomat Jerman ini pernah menjadi asisten peneliti untuk reformasi prosedur sipil federal dan bertugas sebagai direktur Informasi untuk NATO di Brussels dari 1983-1987.

Namun, tugas diplomasi yang mengantarkan perjalanannya menuju Islam adalah ketika pria 85 tahun ini menjabat sebagai atase Kedutaan Besar Jerman di Aljazair pada 1961. 

Keberadaannya di negara yang pada masa itu tengah dirundung perang gerilya antara tentara Prancis dan Pasukan Nasional Aljazair yang tengah memperjuangkan kemerdekaan, benar-benar membuka matanya tentang Islam dan bagaimana Muslim Aljazair mempraktikkan serta memegang teguh prinsip mereka.

Hofmann yang dikenal sosialis menyaksikan kekejaman dan pembantaian yang dialami penduduk Aljazair setiap hari. Tak kurang dari 12 orang meregang nyawa dalam sehari. Siapa pun yang menyuarakan kemerdekaan, akan dibantai.

"Saya menyaksikan kesabaran dan ketahanan warga Aljazair menghadapi penderitaan ekstrem," tuturnya.

Muslim Aljazair

Keteguhan dan kesabaran Muslim Aljazair membuat Hofmann begitu kagum. Disiplin luar biasa selama Ramadhan, kepercayaan akan kemenangan, serta kemanusiaan mereka di tengah-tengah deraan cobaan membuatnya terpana.  

 Pemandangan inspiratif itu membuat penyabet gelar LL M dari Harvard Law School pada 1960 ini bertanya, apakah yang menguatkan kegigihan warga Aljazair. Di tengah perenungannya, ia menyadari bahwa agamalah yang membuat penduduk Aljazair bersifat demikian.  

Peraih gelar doktoral di bidang hukum Munich University pada 1957 ini memutuskan untuk mendalami Alquran. Sejak saat itu dan bahkan hingga hari ini ia tetap konsisten membaca kitab suci umat Islam itu. 

Akhirnya, pada  25 September 1980, bertepatan dengan ulang tahun ke-18 putranya, ia resmi berikrar syadahat. 

Hikmah

Setelah memeluk Islam, Hofmann merasakan begitu banyak hikmah yang ia dapatkan. Ia merasakan efek nyata dari sistem kehidupan Islam yang harmonis. Berjalan di atas tuntunan syar`i, ia merasakan hati dan pikirannya seakan menyatu dengan Islam.

Lebih dari itu, Islam telah memberikan dampak signifikan bagi dirinya dalam pencarian kebenaran. Risalah ini membantunya mengetahui sejarah agamanya terdahulu.  

Ia menemukan jawaban atas pertanyaannya selama ini ihwal konsep ketuhanan dan penebusan dosa. Dua hal tersebut kerap ia tanyakan, tapi tak pernah menemukan jawaban yang memuaskan. 

Ajaibnya, justru pria kelahiran Jerman ini menemukan jawabannya dalam surah an-Najm ayat ke-38. Ayat tersebut membuka matanya dan memberikan jawaban atas dilema yang ia rasakan.

Ia pun berkesimpulan, risalah suci Muhammad SAW ini, adalah agama yang bebas dari misteri. Konsep Tuhan dalam Islam begitu jelas. Ia melihat Islam sebagai agama yang benar dan menyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Penghargaan

Hofmann melanjutkan karier profesionalnya sebagai diplomat Jerman dan perwira NATO selama 15 tahun setelah ia menjadi Muslim.  Ia mengaku, tidak mengalami diskriminasi. Sebagai pegawai Departemen Luar Negeri, ia tetap dapat berpuasa meski harus menjamu tamu asing saat jam makan siang berlangsung.  

Setelah tiga tahun memeluk Islam, Presiden Jerman Carl Carstens memberikan penghargaan kepadanya. Pemerintah Jerman mendistribusikan buku Diary of a Muslim Jerman untuk semua misi luar negeri Jerman di negara-negara Muslim sebagai alat analisis. Tugas profesional tidak mencegah Hofmann dalam mempelajari agamanya.

Sekarang, ia dapat dengan sopan menolak tawaran alkohol saat bertugas. Padahal, ia dulu sangat bergantung dengan alkohol. Bahkan, minuman itu pernah menyebabkan ia terlibat kecelakaan saat masih berkuliah di New York pada 1951. 

Dalam perjalanan dari Atlanta menuju Mississippi, sang sopir diduga mabuk. Kecelakaan tersebut membuat Hofmann mengalami luka yang cukup serius. Ia harus menjalani operasi di bagian dagu, lengan, dan luka lainnya.  

Dokter bedah rumah sakit menghiburnya, dalam keadaan normal, tidak ada yang mampu bertahan dari kecelakaan seperti itu. Ia berpikir makna dari ucapan dokter tersebut. Tapi, ia belum bisa memahami maknanya.

Setelah memeluk Islam atau 30 tahun sejak kecelakaan tersebut, ia baru dapat memahami arti ucapan dokter tersebut. Arah hidupnya menjadi semakin jelas.

Berjuang

Lulusan dari Union College New York ini mengaku harus lebih banyak berjuang untuk meninggalkan kebiasaan yang merugikan dirinya secara pribadi maupun sosial. Ia berusaha menjalani kehidupan yang lebih sistematis.

Sepanjang proses itu, ia menyadari banyak hal. Ia sadar bahwa manusia tidak bisa lepas dari pencipta-Nya. Ia percaya, agama yang ia peluk sekarang telah membawa dirinya menuju hidup yang sebenarnya secara total.

Ia mempelajari ajaran Islam satu per satu, tanpa paksaan dari siapa pun. Sehingga, dalam perasaan dan pemikirannya telah tumbuh menjadi seorang Muslim. "Sampai hari ini, saya seorang Muslim," katanya.

Pada 1995 ia mengundurkan diri secara sukarela dari Dinas Luar Negeri Jerman untuk mendedikasikan dirinya kepada Islam. Baginya, agama yang ia peluk hampir 36 tahun tersebut adalah seni untuk menjalani kehidupan.

Feri Y

Republika.co.id