Kamis, 17 Mar 2016 - 00:25:00 WIB - Viewer : 74496

Pro-Kontra Membawa Anak Kecil ke Masjid, Bagaimana Menyikapinya?

ilustrasi

AMPERA.CO – Saat ini, kesadaran orang tua muslim menjalankan sunah semakin meningkat. Semakin banyak anak-anak yang menjadi hafidz al-quran dan semakin banyaknya orang tua yang mengajak anak-anak sholat berjamaah dimasjid dengan tujuan membiasakan anak-anak shalat dan menumbuhkan kecintaan mereka terhadap suasana keimanan di masjid yang merupakan tempat berkumpulnya kaum muslimin untuk beribadah kepada Allah Swt. agar kelak bisa membentuk karakter mereka.

Namun seringkali dibanyak tempat, kehadiran anak-anak dimasjid sangat tidak diharapkan dan dianggap mengganggu ke-khusukan beribadah, bahkan ada orang dewasa yang tak segan-segan menghardik dan mengancam anak-anak jika mereka bermain dan bercanda. Ada juga masjid yang secara terang-terangan menulis larangan agar anak-anak tidak masuk ke masjid, dengan disertai dalil sabagai acuan larangan. Lalu apa sebenarnya hukum mengajak anak kecil ke masjid? Berikut pembahasannya :

Mengajak anak kecil yang mumayyiz (sudah mampu membedakan baik dan buruk) ke masjid adalah hal yang disunahkan oleh syariat. bahkan sangat dianjurkan untuk melatih si anak untuk mencintai shalat berjama’ah di masjid (terutama bagi anak laki-laki).

Banyak dalil yang menunjukkan kebolehannya, diantaranya adalah :

عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّيْ لَأَدْخُلُ فِي الصَّلاَةِ وَأَنَا أُرِيْدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَزُ فِيْ صَلاَتِيْ مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّة وَجدِ أمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ

Dari Anas bin Malik, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : “Sungguh aku akan memulai shalat (berjama’ah) dan aku ingin memperpanjangnya. Namun tiba-tiba aku mendengar suara tangisan seorang bayi. Maka aku memperingan (memperpendek) shalatku, karena aku mengetahui betapa cintanya (gelisahnya) ibunya terhadap tangis (anak)-nya itu” [HR. Bukhari no. 677 dan Muslim no. 470]. [1]

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شِدَّادِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ إِحْدَى صَلاَتَيِ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِل حَسَناً أَوْ حسَيْناً فَتَقَدَّمَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا قَالَ أَبِيْ فَرَفَعْتُ رَأْسِيْ وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِد فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُوْدِيْ فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ يَا رسول الله إِنَكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِكَ سَجْدَة أَطَّلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْر أَوْ أَنَّهُ يُوْحَى إِلَيْكَ قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِن ابْنِي ارْتَحَلَنِيْ فَكَرَهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ

Abdullah bin Syaddad meriwayatkan bahwa ayahnya berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menemui kami saat hendak mengerjakan salah satu shalat malam (yaitu maghrib atau ’isya’) sambil membawa Hasan atau Husain. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam maju dan meletakkan cucunya tersebut lalu mengucapkan takbiratul-ihram dan memulai shalat. Di tengah shalat, beliau sujud cukup lama”. Ayahku berkata : ”Maka aku mengangkat kepala, lalu tampaklah cucu beliau yang masih kecil itu sedang bermain di tas punggung beliau, sedangkan beliau tetap sujud. Maka akupun sujud kembali. Setelah selesai shalat, para shahabat bertanya : ’Wahai Rasulullah, engkau sujud terlalu lama di tengah-tengah shalat tadi, sehingga kami mengira telah terjadi sesuatu, atau engkau sedang menerima wahyu”. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda”Semua dugaan kalian tidaklah terjadi. Akan tetapi cucuku ini sedang naik ke punggungku seperti sedang menunggang kendaraan. Aku tidak ingin menyudahinya sampai ia benar-benar berhenti sendiri” [HR. Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 1141; shahih].

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا

Dari Abi Qatadah Al-Anshary radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Aku melihat Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam sedang mengimami manusia dan Umamah binti Abil-’Ash – ia adalah anak dari Zainab binti Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam – (digendong) di atas pundakya. Apabila beliau rukuk, maka beliau meletakkannya, dan apabila beliau akan berdiri dari sujud, maka beliau kembali (menggendongnya)” [HR. Bukhari no. 494 dan Muslim no. 543; ini lafadh Muslim].

Imam An-Nawawi berkata ketika menjelaskan hadits di atas :

هَذَا يَدُلّ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيّ - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - وَمَنْ وَافَقَهُ أَنَّهُ يَجُوز حَمْل الصَّبِيّ وَالصَّبِيَّة وَغَيْرهمَا مِنْ الْحَيَوَان الطَّاهِر فِي صَلَاة الْفَرْض وَصَلَاة النَّفْل , وَيَجُوز ذَلِكَ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُوم , وَالْمُنْفَرِد

”Hadits ini sebagai dalil bagi madzhab Asy-Syafi’i rahimahullah dan yang sepakat dengannya bahwasannya diperbolehkan untuk membawa anak baik laki-laki dan perempuan serta hewan yang suci dalam shalat fardlu dan shalat sunnah, baik ia seorang imam, makmun, atau orang yang shalat sendirian (munfarid)” [Syarah Shahih Muslim lin-Nawawi].

Para ulama secara umum memperbolehkan mengajak anak kecil ke masjid berdasarkan sejumlah hadits diatas. Juga hadist yang diriwayatkan oleh beberepa imam, seperti Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Hakim dari Abu Buraidah Ra berkata, “Rasulullah Saw sedang berkhutbah, lalu datanglah Hasan dan Husain Ra masing-masing mengenakan baju berwarna merah. Mereka berjalan dan terpeleset. Rasulullah Saw pun turun dari mimbar dan menggendong mereka, yang satu di sebelah kiri dan yang lainnya di sebelah kanan. Kemudian Rasulullah Saw naik lagi ke mimbar dan berkata, “Allah Mahabenar,

إنما أموالكم وأوﻻدكم فتنة

“Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian adalah ujian.” 

Ketika melihat dua anak ini berjalan dan terpeleset, aku tak sabar untuk memotong khutbahku dan turun.”

Dari hadits-hadits di atas, para ulama menyimpulkan diperbolehkannya mengajak anak kecil ke masjid, dengan catatan pengecualian untuk anak kecil yang tidak mau berhenti mengganggu orang shalat setelah ditegur, hal itu demi menjaga ketenangan masjid sebagaimana dianjurkan oleh syariat. Karena khusuk merupakan hal yang sangat ditekankan dalam shalat maupun khutbah. Juga demi menjaga kebersihan dan keselamatan barang-barang di dalam masjid. Para ulama juga menjelaskan, bahwa dalam melarang anak kecil masuk masjid pun harus dengan lemah lembut.

Imam Al-Ubby Al-Azhary Al-Maliky dalam Jawahir Al-Iklil syarh Mukhtasar Khalil berkata, “Diperbolehkan mengajak anak kecil yang tidak suka bermain (saat di masjid), dan mau berhenti saat dicegah. Apabila tetap bermain dan tidak mau dicegah, maka tidak diperbolehkan mengajaknya, berdasarkan hadits “Jauhkan masjid-masjid kalian dari orang gila dan anak kecil.” (Dar Al-Fikr, 1/80). Imam As-Syaukany dalam Nail Al-Authar berkata, “Hadits tersebut menunjukkan diperbolehkan mengajak masuk anak kecil ke dalam masjid.

Imam At-Thabrani meriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal Ra, Rasulullah Saw Bersabda, “Jauhkan masjid-masjid kalian dari anak kecil, permusuhan, (melaksanakan) hukuman, dan jual beli! Berkumpullah di sana pada hari kalian berkumpul! Serta jadikanlah pintu-pintunya sebagai tempat yang suci!” Namun yang meriwayatkan hadits ini dari Mu’adz adalah Makhul. Dia tidak pernah mendengar langsung dari Mu’adz.

Ibnu Majah meriwayatkan dari Waatsilah bin Al-Asqa’ bahwa Nabi Saw bersabda, “Jauhkan masjid kalian dari anak kecil, orang gila, jual beli, permusuhan, mengeraskan suara, melaksanakan hukuman, dan menghunuskan pedang! Jadikanlah pintu-pintunya sebagai tempat yang suci, serta berkumpullah di sana pada hari kalian berkumpul!” Namun dalam sanadnya ada Al-Harits bin Syihab yang dianggap dha’if.

Kedua hadits ini bertentangan dengan hadits Umamah yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim di di atas, juga dengan hadits riwayat Anas Ra, Rasulullah Saw bersabda, “Aku mendengar tangisan anak kecil ketika sedang dalam shalat, lalu aku percepat karena khawatir ibunya merasa berat.” Hadits ini juga disepakati oleh Bukhari dan Muslim.

Kemudian hadits-hadits tersebut dikompromikan (jama‘) dengan menganggap perintah tajnib (menjauhkan) sebagai kesunahan, seperti yang dikatakan oleh Al-Iraqy dalam Syarh At-Tirmidzy. Atau perintah itu bertujuan untuk mensucikan masjid dari orang yang dikhawatirkan akan mengotorinya. (Dar Al-Hadits, 2/144)

Imam An-Nawawy As-Syafii dalam Majmu Syarh Muhazzab berkata, “Imam Al-Mutawally dan lainnya berkata, bahwa membawa masuk hewan ternak, orang gila, anak kecil yang belum mumayyiz ke dalam masjid hukumnya makruh, karena dikhawatirkan akan mengotorinya. Namun hal itu tidak diharamkan karena sebagaimana disebutkan dalam Bukhari dan Muslim, bahwa Rasulullah Saw. menggendong Umamah binti Zainab Ra dan berthawaf dengan menaiki unta. Hadis ini pun tidak bisa manghapus kemakruhannya, karena Rasulullah Saw. melakukan hal itu dengan tujuan menjelaskan bahwa hal itu diperbolehkan. Maka dari itu, hal tersebut tetap lebih utama bagi Rasulullah Saw. Karena menjelaskan hukum, bagi beliau adalah wajib.” (Dar Al-Fikr, 2/176)

Dengan demikian, secara syariat, tak ada satu pun penghalang untuk mengajak anak kecil yang sudah mumayyiz ke masjid. Karena bisa membiasakan mereka dengan shalat dan menumbuhkan kecintaan mereka terhadap suasana keimanan. Namun menjadi wajib bagi orang tua atau siapa saja yang membawa anak tersebut untuk menjaga ketenangan shalat berjama’ah. Ia bisa meletakkannya dalam shaff tersendiri bersama anak-anak lain di belakang shaff orang dewasa. Jika hal ini malah menimbulkan kegaduhan (sebagaimana tabi’at anak yang senang bermain jika berkumpul dengan sesamanya), maka ia bisa meletakkannya diantara shaff-shaff orang dewasa agar supaya mereka merasa segan untuk berbuat kegaduhan karena berdekatan dengan orang dewasa. Jika dengan cara inipun anak tersebut masih menimbulkan kegaduhan yang sangat mengganggu, sebaiknya anak tersebut jangan dibawa ke masjid hingga ia bisa lebih tenang jika dibawa ke masjid untuk shalat berjama’ah. Wallahu A’lam

Ed : Feri Y

dari berbagai sumber