Sabtu, 10 Jun 2017 - 23:09:00 WIB - Viewer : 81248

10 Negara yang Terhapus dari Peta Dunia di Abad 20

Ed : Feri Yuliansyah

AMPERA.COTahukah kamu, ada beberapa negara yang sudah eksis lama berdiri namun kemudian menghilang dari peta dunia, yang mungkin bisa menjadi sedikit pelajaran bagi kita betapa pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa agar tetap berdiri sebagai sebuah negara

1. Jerman Timur, 1949-1990

Didirikan dari sebagian Negara Jerman yang dikendalikan Uni Soviet setelah Perang Dunia II, Jerman Timur mungkin paling dikenal karena Tembok Berlin dan kecenderungan untuk menembak orang yang berusaha menyeberang pembatas itu. 

Runtuhnya Tembok Berlin mengakhiri eksprimen gagal komunisme di Jerman Timur dan mereka di-integrasikan kembali ke dalam sisa Jerman pada tahun 1990. Karena Jerman Timur begitu jauh di belakang sisa Jerman secara ekonomis, maka reintegrasi dengan Jerman Barat hampir membuat bangkrut Jerman. Hari ini, bagaimanapun juga mereka telah berenang bersama dengan baik melewati masa kritis. 

2. Cekoslowakia, 1918-1992

Ditempa dari sisa-sisa Kekaisaran Austro-Hungaria tua, selama keberadaannya singkatnya itu adalah salah satu dari beberapa Negara di Eropa yang mengelola untuk mempertahankan demokrasi sebelum Perang Dunia Kedua. Bulan Maret 1939 negara ini telah diduduki sepenuhnya oleh Jerman dan lenyap dari peta. Kemudian diduduki oleh Soviet, yang mengubahnya menjadi sebuah negara satelit Uni Soviet sampai runtuhnya bangsa itu pada tahun 1991. 

Pada saat itu, Cekoslowakia merusaha membangkitkan kembali negara demokrasi mereka. Namun etnis Slavia di timur menuntut negara independen mereka sendiri, hingga akhirnya kita mengenal Republik Ceko di barat, dan negara Slowakia di sebelah timurnya. 

3. Yugoslavia, 1918-1992

Seperti Cekoslovakia, Yugoslavia adalah produk sampingan dari pecahnya Kekaisaran Austro-Hungaria pasca Perang Dunia I. Pada dasarnya Negara ini terdiri dari bagian-bagian dari Hungaria dan negara asli Serbia, sayangnya mereka tidak mengikuti contoh Cekoslowakia. Sebaliknya Yugoslavia mempertahankan monarki yang otokratik sampai Nazi menginvasi negara itu pada tahun 1941. 

Dengan runtuhnya Nazi pada tahun 1945, Yugoslavia entah bagaimana berhasil menghindari pendudukan Soviet tetapi tidak dengan Komunisme. Di bawah kediktatoran sosialis Marsekal Josip Tito, pemimpin Tentara partisan selama Perang Dunia II Yugoslavia tetap sebuah republik sosialis nonblok otoriter sampai tahun 1992, ketika ketegangan internal dan nasionalisme bersaing mengakibatkan perang saudara. Negara ini kemudian terpecah menjadi enam negara yang lebih kecil (Slovenia, Kroasia, Bosnia, Serbia, Macedonia, dan Montenegro) membuatnya menjadi contoh baik apa yang terjadi ketika asimilasi budaya, etnis, dan agama gagal. 

4. Austro-Hungaria, 1867-1918

Sementara semua negara yang menemukan diri mereka di pihak yang kalah setelah Perang Dunia Pertama menderita secara ekonomi, dan kehilangan geografis untuk beberapa derajat, namun tidak lebih besar kehilangan dari Kekaisaran Austro-Hungaria. Pembubaran kekaisaran besar ini menghasilkan negara modern Austria, Hungaria, Cekoslovakia, dan Yugoslavia, dengan bagian-bagian lainnya bergabung ke Italia, Polandia, dan Rumania. 

Jadi mengapa Austro-Hungaria pecah ketika tetangganya, Jerman tidak?. Ternyata mereka tidak memiliki identitas umum dan bahasa serta bukan rumah bagi kelompok-kelompok etnis dan keagamaan. Akibatnya, ia menderita versi skala besar dari apa yang diderita Yugoslavia, ketika dirinya sama terkoyak oleh semangat nasionalisme. Perbedaannya adalah bahwa Austro-Hungaria diukir oleh para pemenang dalam Perang Dunia I, sedangkan pembubaran Yugoslavia adalah internal dan spontan. 

5. Tibet, 1913-1951

Sementara tanah yang dikenal sebagai Tibet telah ada selama lebih dari seribu tahun dan sejak tahun 1913 dikelola menjadi sebuah negara yang merdeka. Di bawah pengawasan damai dari rantaian Dalai Lama, akhirnya diduduki Komunis Cina pada 1951. Pasukan Mao telah mengakhiri Tibet sebagai bangsa yang berdaulat singkat. Tibet semakin tegang pada tahun 50-an sampai negara tersebut akhirnya memberontak pada tahun 1959, yang mengakibatkan aneksasi Cina dan pembubaran pemerintah Tibet. 

Tibet selesai sebagai negara untuk selamanya dan Cina mengubahnya hanya menjadi “wilayah,” bukan negara. Meskipun hari ini tetap menjadi daya tarik wisata besar bagi pemerintah China, Tibet masih memiliki masalah dengan Beijing, dan menuntut kemerdekaan sekali lagi. 

6. Vietnam Selatan, 1955-1975

Pada tahun 1954, seseorang merasa memiliki ide yang baik untuk membagi Vietnam menjadi dua, meninggalkan komunis di utara dan pseudo-demokrasi di bagian selatan. Seperti halnya dengan kedua Korea sebelumnya, demikian pula di Vietnam sehingga perang saudara antara dua Vietnam tak terhindarkan. Yang pada akhirnya menyeret Amerika Serikat ke dalam konflik. Akibatnya sejarah mencatat ini adalah perang yang paling menguras biaya dan tenaga bagi Amerika. 

Akibat desakan dunia Internasional dan rakyatnya sendiri, Amerika akhirnya meninggalkan Vietnam Selatan berjuang sendiri pada tahun 1973. Dua tahun kemudian Vietnam Selatan mengakhiri perang saudara, selanjutnya mereka mengubah nama negara menjadi Saigon dengan Ho Chi Minh City sebagai Ibukota. 

7. United Arab Republic, 1958-1971

Dalam upaya membawa kesatuan bangsa Arab, Presiden Mesir Gamel Abdel Nasser berpikir bahwa ide yang bagus untuk bersatu dengan tetangga jauhnya Suriah, dalam aliansi yang efektif akan mengepung musuh bebuyutan mereka Israel, dan membuat mereka negara adidaya regional. Menciptakan Republik Uni Arab adalah usaha yang tidak mudah sejak dari awal. Jarak yang terpisah beberapa ratus mil hampir mustahil menciptakan pemerintah pusat bersama, sementara Suriah dan Mesir tidak pernah cukup bisa setuju pada apa yang merupakan prioritas nasional. 

Kematian Nasser pada tahun 1970 adalah sebuah anti klimaks. Tanpa Presiden Mesir karismatik itu, aliansi menjadi rapuh bersama-sama, UAR dengan cepat dibubarkan. Mesir dan Suriah menjadi negara sendiri-sendiri kembali. 

8. Ottoman Empire, 1299-1922

Salah satu kerajaan besar dalam sejarah, Kekaisaran Ottoman akhirnya terhenti di bulan November 1922, setelah megah berdiri lebih dari enam ratus tahun. Kekaisaran yang membentang sejak dari Maroko ke Teluk Persia, dari Sudan hingga jauh ke utara Hungaria, mengalami kemunduran secara perlahan selama berabad-abad sampai dengan awal abad ke-20. 

Di tahun 1922 ketika Turki memenangkan perang kemerdekaan mereka, Kesultanan dihapuskan dan menciptakan negara Turki modern. 

9. Sikkim, abad ke-8 Masehi-1975

Apa? Anda pasti belum pernah mendengar negara ini? Serius, rasanya sangat kecil peluangnya Anda mengetahui negara Sikkim, sebidang tanah tersembunyi, terletak aman di Pegunungan Himalaya terhimpit India dan Tibet-Cina. 

Sikkim adalah negara monarki kecil yang berhasil bertahan hingga abad kedua puluh sebelum akhirnya menyadari bahwa tidak ada alasan yang sangat baik untuk menjadi mandiri. Kemudian mereka memutuskan untuk bergabung dengan India modern pada tahun 1975. 

10. Uni Republik Soviet Sosialis (Uni Soviet), 1922-1991


Uni Soviet! Salah satu negara adidaya yang benar-benar menakutkan di planet ini sampai anti klimaks-nya pada tahun 1991. Selama tujuh dekade negara ini kokoh berdiri sebagai benteng Marxis Stalinisme. Uni Sovyet didirikan pada masa kacau setelah pecahnya Imperial Rusia pasca Perang Dunia I. 

Uni Soviet berhasil mengalahkan Nazi ketika tidak ada orang yang berpikir bahwa Hitler bisa dihentikan, memperbudak Eropa Timur selama lebih dari empat puluh tahun, menghasut Perang Korea pada tahun 1950, dan hampir masuk ke perang terbuka dengan Amerika Serikat atas Kuba pada tahun 1962. 

Tanda-tanda runtuhnya Uni Sovyet sudah nampak pasca runtuhnya tembok Berlin pada tahun 1989, diikuti oleh hancurnya komunisme di Eropa Timur. Uni Sovyet pun pecah belah menjadi tidak kurang dari lima belas negara berdaulat, menciptakan blok baru terbesar dari negara sejak pecahnya Austro - Hungaria Kekaisaran pada tahun 1918. Sumber artikel disini.

Itulah 10 negara yang hilang dalam peta pada abad 20 ini, yang patut menjadi pelajaran ditengah bagi kita semua, ditengah gonjang-ganjing Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan isu politik dan hukum yang sangat rawan terjadinya disintegrasi bangsa, patut menjadi kekhawatiran kita bersama tentang potensi disintegrasi yang akan mengoyak kesatuan bangsa yang pada akhirnya menghancurkan bangsa.